
Akhir-akhir ini, kita sering mendengar istilah “skeptis”, terutama ketika melihat kondisi negara Indonesia yang dinilai masih jauh dari kata maju. Namun tahukah Anda, apa arti sebenarnya dari “skeptis” tersebut?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, skeptis bisa diartikan sebagai kurang percaya atau ragu-ragu (terhadap keberhasilan, ajaran, dan sebagainya). Contoh kalimatnya adalah “penderitaan dan pengalaman menjadikan orang bersifat sinis dan cenderung skeptis”. Dan, orang yang cenderung skeptis ini akan melahirkan sikap “skeptisisme”.
Skeptisisme bisa dimaknai sebagai suatu paham yang memandang sesuatu selalu tidak pasti (meragukan, mencurigakan). Contohnya, “kesulitan itu telah banyak menimbulkan skeptisisme terhadap kesanggupan dalam menanggapi gejolak hubungan internasional”. Dalam penggunaan sehari-hari, skeptisisme bisa diartikan sebagai:
- suatu sikap keraguan atau disposisi untuk keraguan baik secara umum atau menuju objek tertentu;
- doktrin yang benar ilmu pengetahuan atau terdapat di wilayah tertentu belum pasti; atau
- metode ditangguhkan pertimbangan, keraguan sistematis, atau kritik yang karakteristik skeptis (Merriam-Webster).
Selain itu, skeptis juga bisa dianggap sebagai sifat. Kadang, kita juga melakukannya tanpa kita sadari. Biasanya, ini dilakukan ketika mendengar cerita-cerita khayal, urban legend, atau horor. Orang skeptis bisa memberikan argumen-argumen keberatan terhadap cerita tersebut. Mereka meminta bukti serta menyodorkan fakta kenapa cerita itu tak mungkin dan lain sebagainya.
Dengan kata lain, sifat skeptis bisa berarti meragukan sesuatu. Sifat ini membuat seseorang tidak mau menerima dengan mudah dan apa adanya. Selalu meragukan sesuatu jika belum ada bukti yang benar-benar jelas.
Karena bersifat meragukan, sifat skeptis terkadang sangat penting dimiliki, terutama di bidang ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan memerlukan suatu kepastian yang seakurat mungkin dan karena itu ilmuwan diharapkan skeptis. Ilmuwan tidak boleh langsung percaya begitu saja terhadap berita, percobaan, dan lain sebagainya karena metode dalam ilmu pengetahuan yang ketat.
Sementara dalam kehidupan sehari-hari, sifat skeptis biasanya disandingkan dengan apatis. Jika skeptis berarti cenderung menimbulkan rasa curiga atau tidak percaya dan sikap hati-hati, maka apatis lebih condong ke sifat tidak memercayai suatu keberhasilan atau perubahan. Untuk sebuah kemajuan, kedua sifat ini memang idealnya dihilangkan.