Sosok calon Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memang cukup populer akhir-akhir ini sejak dirinya mengeluarkan pernyataan kontroversial yang cenderung mendiskreditkan Islam. Banyak pemimpin dunia yang menentang ucapan Trump dan menyebut upaya Islamophobia yang didengungkan pengusaha itu sebagai sesuatu yang tak masuk akal.
Tak cuma pemimpin dunia saja yang mengecam Trump, komedian bernama Aziz Ansari juga mengeluarkan pendapatnya terkait sikap kandidat presiden dari Partai Republik tersebut. Baru-baru ini, Ansari menulis sebuah esai di The New York Times dengan judul Why Trump Makes Me Scared for My Family yang mengambil pokok masalah bahwa pencalonan Trump adalah sesuatu yang sangat berbahaya dan bisa merugikan warga Negara Paman Sam.
“Calon presiden Donald J. Trump telah memuntahkan kebencian dan prasangka dalam tingkat yang baru,” tulis Ansari. “Itu merupakan sesuatu yang menakutkan dan bisa memengaruhi bagaimana orang hidup, bekerja, dan berdoa. Itu membuat saya dan keluarga saya takut. Hal tersebut juga tidak masuk akal.”
Ada tiga poin penting yang ditekankan Ansari dalam esai panjangnya, di antaranya platform kebijakan Islamophobia yang diterapkan Trump adalah hal yang menggelikan. “Sejumlah besar Muslim di Amerika memiliki banyak kesamaan dengan para monster di Orlando yang menembaki bioskop atau sekolah atau klinik aborsi” jelas Ansari.
Ansari juga mengutip data yang menunjukkan Muslim di luar AS dengan ikatan potensi untuk terorisme nyaris di atas 0%. Menurut Ansari, jika kita takut kepada Muslim, kita mungkin hanya harus takut menjadi orang kulit putih.
Kedua, orang kulit putih tidak bisa menanggung beban retorika rasis yang disampaikan Trump. Ansari mengatakan bahwa ia telah bertanya kepada temannya, seorang wanita Muslim berusia 20 tahun, bagaimana perasaannya setelah serangan di Orlando.
“Saya merasa benar-benar buruk dan berpikir orang-orang akan memandang saya sebagai seorang psikopat,” kata Ansari mengutip temannya. “Saya benar-benar merasa sakit karena harus menjelaskan bahwa saya bukan teroris setiap kali ada penembak dengan warna kulit cokelat.”
“Kami tidak meminta orang Kristen kulit putih untuk meminta maaf atas Westboro Baptist Church,” sambungnya. “Lalu, mengapa kita harus menuntut permintaan maaf dari 3,3 juta Muslim Amerika?”
Terakhir, Ansari menulis daripada mencegah terorisme dengan pembatasan Muslim, alangkah lebih baik untuk mencegah senjata jatuh ke tangan yang salah. Terlepas dari kenyataan bahwa senjata bergaya militer digunakan dalam penembakan massal di Orlando, San Bernardino, dan Sandy Hook Elementary, namun Washington DC masih belum melakukan langkah untuk mengontrol senjata besar guna membantu menghentikan kekerasan.